Dalam beberapa hari terakhir karena memblokir salah satu layanan chatting kenamaan, yakni Telegram.
Meski hanya versi web yang diblokir, keputusan itu nyatanya tetap menuai beragam respons. Ada pihak yang menolak tapi tak sedikit pula yang mendukung.
Kendati demikian, ternyata belum semua orang mengetahui apa itu Telegram.
Dikutip dari Telegraph, Senin, 17 Juli, Telegram adalah aplikasi chatting yang kerap disebut-sebut sebagai pesaing berat WhatsApp saat pertama kali muncul.
Hal itu bukannya tanpa alasan karena tampilan dan fitur kedua aplikasi itu memang begitu mirip.
Namun sejak awal, Telegram hadir dengan menawarkan keamanan sebagai fitur unggulan karena dibekali end-to-end encryption.
Tak hanya itu, aplikasi ini juga menawarkan fitur seperti self-destructing message dan secret chat.
“Telegram adalah aplikasi chatting tercepat dan paling aman yang berada di dunia,” klaim perusahaan. Adapun aplikasi ini dikembangkan oleh kakak beradik asal Rusia, yakni Nikolai dan Pavel Durov.
Lantas, mengapa Telegram begitu menjunjung fitur keamanan dan privasi pengguna? Ternyata, Pavel Durov menuturkan Telegram awalnya memang dibuat untuk mencegah penyadapan dari pihak Rusia.
“Alasan pertama saya meluncurkan Telegram untuk membangun komunikasi yang tak dapat diakses agensi keamanan Rusia,” ujarnya.
Uniknya, tak banyak pula yang mengetahui pula bahwa aplikasi ini sebenarnya dikembangkan Durov bersaudara di Berlin, Jerman.
Sejak meluncur pada empat tahun lalu, Telegram pun berkembang dengan cepat. Pertumbuhan pengguna dilaporkan cukup signifikan tiap tahun.
Hal itu tak lepas dari kebebasan yang ditawarkan bagi pengembang untuk membuat client Telegramnya sendiri.
Sama seperti WhatsApp, aplikasi ini juga memastikan layanannya tak akan menarik biaya dari pengguna atau menjual iklan.
Oleh karena itu, jika memang Telegram bangkrut, perusahaan lebih memilih untuk mengumpulkan donasi dari para pengguna.
Namun, di balik fitur keamanan yang ditawarkan, hal itu ternyata menjadi bumerang tersendiri bagi Telegram.
Lambat laun, aplikasi ini banyak digunakan kelompok teroris untuk berkomunikasi.
Profesor dari Universitas Haifa, Gabriel Weimann, menyebut tren penggunaan Telegram ternyata dilakukan hampir seluruh kelompok teroris di seluruh dunia
Akibatnya, sejumlah negara pun membatasi penggunaan layanan ini.
Lantas, benarkah klaim tersebut?
Dalam banyak kasus, tak dimungkiri Telegram merupakan aplikasi favorit sejumlah kelompok teroris.
Salah satu yang diketahui menjadi pengguna setia Telegram adalah ISIS.
ISIS diketahui kerap menggunakan Telegram sebagai sarana propaganda sekaligus sumber informasi mengenai klaim serangan yang telah dilakukan.
Serangan terkini yang diklaim ISIS dan diketahui dari Telegram adalah serangan ke Manchester, Inggris, beberapa bulan lalu.
Lalu, apa yang membuat Telegram menjadi media pilihan kelompok tersebut?
Profesor dari Universitas Haifa dan juga penulis soal aksi teroris online, Gabriel Weimann, menyebut Telegram mengisi kekosongan sarana propaganda dan komunikasi kelompok teroris setelah Facebook dan Twitter rajin melakukan pembersihan.
Sebagai informasi dalam beberapa tahun terakhir, Twitter dan Facebook telah melakukan banyak penutupan akun yang disinyalir berafiliasi dengan kelompok teroris.
Sejak dua tahun lalu, sejumlah analis memang menyebut ada eksodus besar-besaran kelompok teroris yang menggunakan Telegram.
“Kami melihat tren yang jelas ada pertumbuhan penggunaan Telegram oleh hampir seluruh kelompok teroris di seluruh dunia,” ujarnya seperti dikutip dari The Huffington Post,
Tak hanya sekadar pengganti layanan sebelumnya, Telegram juga menawarkan fitur yang lebih mumpuni.