Awas!!! Pendidikan online kini memasuki tahapan mencengangkan dan bersamaan dengan itu menjadi aba-aba bagi perguruan tinggi.
Diperkirakan, perguruan tinggi akan mengalami kebangkrutan biloa tidak cepat mengantisipasi pendidikan yang dikembangkan oleh online ini.
Clayton Christensen, seorang profesor di Harvard Business School memprediksi separuh dari kampus di AS akan bangkrut dalam sepuluh hingga lima belas tahun yang akan datang.
Ungkapan itu dimuat dalam laporan CNBC beberapa waktu lalu. Christensen sendiri terkenal berkat teori inovasi disruptif dalam bukunya berjudul ‘The Innovator’s Dilemma.‘ Sejak itu ia mengaplikasikan teorinya itu dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan.
Dalam buku terbarunya ‘The Innovative University‘, Christensen dan penulis lainnya Henry Eyring menganalisa masa depan perguruan tinggi, dan menyimpulkan pendidikan online akan menjadi pilihan pendidikan efektif, dan membuat pendidikan dengan model bisnis tradisional akan ditinggalkan.
Christensen secara spesifik memprediksi lima puluh persen dari empat ribu perguruan tinggi di AS akan bangkrut dalam sepuluh hingga lima belas tahun yang akan datang. Pendapat itu pun diamini Departemen Pendidikan AS dan proyek Moody’s Investros Service.
Meski demikian, Christensen memberi catatan bahwa ada satu hal yang tak bisa digantikan oleh pendidikan online yakni peran dosen.
Dalam penelitiannya, ia menemukan alumini yang sukses memberi banyak bantuan atau donasi ke kampusnya karena dosen atau pelatih yang dulu mengajar.
Bagaimana dengan Indonesia? Najeela Shihab, pegiat pendidikan sekaligus pendiri sekolah
Cikal, mengatakan pendidikan online berpotensi menggeser ruang kelas dalam pendidikan konvensional.
Ini terjadi, kata dia, jika dunia pendidikan tidak adaptif terhadap perubahan dunia dan perubahan cara belajar.
“Indonesia memungkinkan untuk pendidikan online tapi tidak untuk semua aspek pendidikan,” katanya
Ia menuturkan, pada praktiknya pengajaran bisa didapat dari berbagai sumber tidak hanya daring atau luring, tak hanya guru atau tutor online.
Jika bicara pendidikan hanya soal skill dan informasi, kata Najeela, mungkin tidak masalah jika online dominan.
Akan tetapi, jika bicara soal karakter atau nilai dan kompetensi, maka teladan juga magang yang intens tetap penting.
“Jadi sebetulnya bukan soal online atau offline. Semua pendidikan sebetulnya butuh kombinasi,” tambahnya.
Kombinasi ini demi efektifitas pendidikan. Ada aspek yang memang efektif dengan online, ada pula yang efektif lewat offline atau tatap muka.
Sisi positif bisa didapat dari keduanya, tapi dengan catatan guru dan murid bisa mengoptimalkan teknologi.
Di sisi lain, pendidikan online bisa jadi tantangan di Indonesia. Pendidikan online bicara soal teknologi dan sebenarnya tak ada efek negatif secara langsung yang disebabkan oleh teknologi. Menurut Najeela, efek negatif muncul karena pengguna alat tidak siap.
“Karena tingkat literasi di Indonesia cenderung rendah, sementara di dunia digital informasi membludak. Jadi ini tantangan,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, bisa juga karena dalam pendidikan tidak terbiasa disiplin diri dan motivasi belajar internal.
Saat pendidikan dengan teknologi perlu motivasi kuat dan komitmen, orang banyak yang tidak selesai.
Pendidikan online, jika ingin diterapkan, sebaiknya bukan sekadar memindah materi offline ke platform digital.
Proses belajar dan jenis materi perlu disesuaikan. Indonesia, kata Najeela, seringkali tidak siap dengan materi sehingga kurang mudah dipahami dan kurang menyenangkan.
“Infrastruktur belajar dengan teknologi itu bukan cuma soal bandwith atau komputer canggih, tapi justru subyek penggunanya,” tutupnya
Lantas, apa bagusnya pendidikan online?
Perkembangan pembelajaran online ini ditopang oleh peningkatan populasi pengguna Internet
Berdasarkan catatan info.shiftelearning.com, pembelajaran secara e-learning menyajikan banyak keunggulan di banding pembelajaran konvensional.
Pembelajaran e-learning enam puluh persen lebih singkat dibandingkan kelas biasa untuk materi yang sama. Di sisi lain, pembelajaran ini rupanya lebih memiliki daya tarik agar siswa terus kembali belajar, dibandingkan kelas biasa.
Tanpa menambah waktu pembelajaran, siswa yang belajar secara e-learning mempelajari materi lima kali lebih banyak.
Mengambil contoh layanan Squaline, start-up yang menyediakan platform belajar bahasa asing secara online. Platform ini menyediakan layanan belajar bahasa Inggris, Mandarin dan Jepang.
Di balik Squaline adalah teknologi bernama Learning Management System, yaitu perangkat lunak yang dapat membantu siswa untuk merencanakan, mengimplementasikan, memonitor, serta mengevaluasi sebuah pembelajaran.
Guru dapat memberikan materi belajar dan tugas-tugas secara online kemudian memberikan penilaian atau laporan evaluasi kepada muridnya.
Sang mahasiswa pun dapat dengan mudah mengakses metode pembelajaran dan berkonsultasi dua arah melalui aplikasi chat atau video call.
Pembelajaran online bukan cuma Squaline lho. Kalau Squaline khusus untuk belajar bahasa asing, kamu juga bisa memperdalam pelajaran sekolahmu melalui platform macam Ruangguru dan Quipper Video.