Tanjung atau lebih akrab disapa dengan CT, masih belum menemukan momentum final. Pihak keluarga Bakrie yang memiliki 51 persen saham di perusahaan “TV One” dan “antv” serta portal berita “Viva.co.id,” menurut sebuah sumber Tabloid Ekonomi “Kontan,” masih mempelajari tawaran “CT Corp” sebelum memutuskan jadi atau tidaknya penjualan itu.
Langkah pemembelian Viva Media oleh orang terkaya kelima di Indonesia, Chairul
Charul Tanjung telah menawar seluruh saham Viva Media seharga Rp 17,5 triliun atau 1,8 milyar US Dollar. Penjualan saham perusahaan media ini oleh Bakrie disebabkan mereka sedang dibelit “cash flow” untuk membeli kembali saham perusahaan tambang batubaranya Bumi Plc.
Chairul Tanjung yang biasanya pelit bicara dengan media, kamerin menyatakan dirinya masih menunggu respon dari keluarga Bakrie mengenai rencana pembelian Viva Media. “Ya dari merekanya bagaimana?” kata Chairul.
Grup Bakrie yang memiliki 51 persen saham Viva, sebelumnya mencari pembeli senilai US$ 1,2 -US$ 2 miliar. Bakrie berniat menjual Viva Media untuk mendapatkan dana segar dalam rangka pembelian kembali aset Bumi Resources dari Bumi Plc. Namun kapitalisasi pasar Viva media hanya berkisar US$ 800 juta.
CT – begitu Chairul dipanggil- menyatakan pihaknya belum melakukan pembicaraan lagi mengenai pembelian tersebut. “Saya kan sudah bilang mau beli. Responnya bagaimana silakan tanya keluarga Bakrie,” katanya.
Pemilik stasiun televisi Trans TV dan Trans 7, serta portal berita Detik ini sebelumnya menyatakan akan membeli saham Viva Media milik Grup Bakrie senilai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 17,5 triliun. Dia mengklaim menjadi salah satu penawar yang disukai karena mampu membayar tunai 100 persen.
CT memiliki kekayaan senilai US$ 3,4 miliar menurut Forbes. Pada 2016, ia berencana membuka taman hiburan terbesar di Asia Tenggara senilai US$ 3 miliar. Akhir tahun ini pembangunan konstruksi di atas lahan seluas 200 hektar akan dimulai. Dalam beberapa tahun ke depan, CT Corp berencana menambah 20 taman serupa di Indonesia.
Sementara itu PT Bakrie and Brothers Tbk. (BNBR) diberitakan, berencana menjual aset dua anak usahanya senilai US$ 150 juta untuk mencari dana segar, mendanai modal kerja tahun ini. Sulitnya mencari pinjaman menjadi salah satu alasannya.
Direktur Keuangan BNBR, Eddy Soeparno, mengatakan sulitnya mendapatkan pinjaman karena krisis ekonomi Eropa dan Amerika Serikat saat ini mendorong perseroan menjual asetnya. Bukan hanya itu, perseroan juga khawatir menerbitkan obligasi. “Akhirnya kami mencari sumber pendanaan baru melalui penjualan aset anak usaha yang telah beroperasi,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 20 Juni 2012.
Ia menyatakan kedua anak usaha itu bergerak di bidang manufaktur. Namun ia enggan menyebutkan kedua perusahaan itu. “Saat ini ada empat perusahaan yang tertarik mengakuisisi kedua anak usaha ini. Dua di antaranya dari Eropa dan India, dan sisanya dari dalam negeri.”
Direktur Utama BNBR, Bobby Gafur Umar, mengatakan dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk sejumlah proyek infrastruktur dan pembangkit listrik tahun ini. Adapun sejumlah proyek yang digarap adalah proyek jalan tol, proyek pembangkit listrik di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara, serta proyek pembangkit listrik panas bumi di Jawa Timur.
“Dananya tidak sedikit, tapi kami prioritaskan pembangunan proyek-proyek ini melalui kerja sama atau berpartner. Kami mencari partner yang kuat baik dari teknologi maupun kuat pendanaanya,” dia mengatakan.
Di tengah kondisi pasar global yang memburuk seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta outlook negatif yang baru saja diterima India, dia berhati-hati menggandeng mitra partner. “