Begitu banyak hujatan yang langsung dan tak langsung nempel di whatsapp grup dan facebook untuk saya. Whatsapp grup yang saya ikut sebagai anggotanya.
Hujatan usai saya menulis “petir kejujuran” di dua april lalu. Tulisan yang nggak “depth” amat.
Hanya tulisan datar. Secara reportoar tak punya greget. No investigasinya. Hanya kutipan kuplet-kuplet. Kuplet di banyak news yang kemudian saya kumpulkan dan itulah tulisan “petir kejujuran.”
Saya tahu alasan penghujat “petir kejujuran itu.” Kesannya saya membela Sri Mulyani. Menteri keuangan yang dikesankan sebagai pembohong di debat komisi tiga de-pe-er dengan topik cuci uang.
Debat polemik transaksi mencurigakan tiga ratus empat puluh sembilan triliun rupiah sebagai buah silang pendapat laporan PPATK. Yang hasilnya masih soh. Makin bikin bingung.
Bingung usai Mahfud Md meletuskan agregat. Agregat Mahfud yang menkopohukam tentang cuci uang sebesar tiga ratus triliun rupiah. Yang angka nanjak ke ketiga ratus empat puluh sembilan triliun rupiah
Agregat yang diumbar ke publik bak lemparan bola api liar. Sulit dikendalikan karena sumbunya sudah meledak. Pecahannya bertabur kemana-mana
Bola api yang tidak dikonsolidasikan pasti menimbulkan pro kontra serta kegaduhan. Buntutnya saling bantah.
Baik kegaduhan dan bantah-membantah, bagi saya, memang sudah menjadi “trade mark” pejabat pemerintahan. “Trade mark” yang yang dikeplok jempol jari netizen lewat sorak: hamburkan saja.
Lantas bagaimana dengan sikap Sri Mulyani yang dibantai netizien. Ia memilih jalan tenang, Seperti dia saya juga memilih jalan tenang diskala bawah. Medsos grup.
Sri Mulyani, tokoh yang dikagumi banyak orang itu terus terseret-seret – terpojokan. Saya tahu dia tak bisa menghindari ” karena kasus-kasus tersebut memang terjadi di instansi yang dipimpinnya.
Toh saya percaya permainan akhir dari kasus cuci uang ini akan berakhir happy end. Sekali lagi toh, Sri Mulyani nggak mengelabui siapa pun. paling ia dikelabui oleh anak buah.
Saya tak menolak hujatan tentang ketokohan Sri Mulyani yang saya tulis. Ia memang tokoh kok. Tapi saya tak menyangkal ada unsur berlebihan yang saya selipkan dan melahirkan prosocial behaviour.
Prosocial behaviour ini sebenarnya postif. Ia merupakan tingkah laku menguntungkan orang lain yang dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang tersebut.
Toh saya menulisnya semata-mata karena kekaguman
Cilakanya kekaguman menjadi be neutral, guys !!
Sikap ini seakan-akan menjadi bias seolah-olah saya tidak rela sedikitpun tokoh tersebut disentil apalagi dipojokan oleh kasus-kasus tertentu !!
Mungkin saja benar tokoh yang kita kagumi tersebut bersih adanya, tetapi bagaimana dengan bawahannya ??
Bisa saja terjadi bawahannya tersebut secara berkelompok melakukan sesuatu yang melanggar hukum secara rapih sambil mengelabui sang atasan.
Bagaimanapun juga seorang atasan bukanlah manusia super yang serba tahu semua gerak-gerik bawahannya tersebut secara detail.
Oleh karena itu, kasus-kasus yang terungkap ke publik biarkanlah bergulir secara transparan, sehingga akar masalahnya bisa diketahui. Selain untuk penegakan hukum, juga akan menjadi acuan untuk tindakan pencegahan.
Seperti kasus yang terjadi di kementerian keuangan yang terungkap ke publik lewat kasus anaknya eh nyerempet ke harta kekayaan. Kekayaan yang kemudian digiring kapeka ke ranah gratifikasi.
Gratifikasi dari celah sistem pajak self assesment Dan celah ini akan selalu ada. Anda mungkin bisa beri saran agar sistemnya diubah. Ubah saja semua pajak dibuat final, atau anything…
Dalam self assesment seperti yang saya tahu, karena anak saya yang beritahu, karena ia consultan pajak, alur pelaporan dan pembayaran pajak dimulai dari wajib pajak sendiri. Ia menilai, membayar dan melaporkan.
Kantor pajak yang akan menilai kewajaran, dan sampai kepada misalnya pemeriksaan Setelah pemeriksaan, umumnya hasilnya adalah kurang bayar.
Nah. perusahaan bisa melakukan sanggahan sampai kepada pengadilan pajak. Pertanyaannya adakah celah untuk perusahaan dan kantor pajak “bermain”?
Ya… ada. Di temuan yang tentu bersangkutan dengan berapa pajak terhutang. Teknisnya tak perlu dibahas, karena tidak akan ada trace nya.
Akan sangat mudah disanggah “Skema” juga tidak perlu dibahas, karena pasti tidak akan ada jejaknya.
Makanya dari sini pula Sri Mulyani dan kementerian keuangan kelihatan pilih jalan tenang. Mereka tidak berniat bantah-membantah data PPATK milik Mahfud. Tiga ratus empat puluh sembilan triliun rupiah.
Seperti yang dengar dari seorang teman mereka memilih untuk merawat kerja yang sudah ada Mereka saling berkomunikasi. Sangat lancar. Saling berbagi beban .
Seperti juga dibisikkan sang teman Sri Mulyani sendiri dihari-hari terakhir deadline spt munggah dari jalan juanda, pasar baru, kantor kementerian keaungan, ke kantor djp-direktorat jenderal pajak, di gatot subroto.
Ia tak peduli dengan datangnya petir baru. Yang penting baginya kerja,,, kerja,,, di jalan tenang untuk menghimpun duit pajak.
Soal lurus meluruskan ia bebankan jatah wakil menteri dan pejabat setingkat sekjen. Dan ternyata petir baru nggak datang hong.. long..long,,,.
Dari sikap Sri Mulyani yang tak meladeni bagi saya sudah terbaca semangat kebersamaan dan kerukunan yang ia pupuk Ia tak ingin ada yang terluka.