Pemerintah telah berketetapan hati untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan akan mengenyampingkan dampak politik yang ditimbulkan oleh kebijakan itu. “Yang kita pikirkan seberapa besar dampaknya terhadap inflasi dan rakyat miskin. Bagaimana cara mengatasinya. Itu hitung-hitungan yang sedang dirancang,” kata Menteri ESDM Jero Wacik, Kamis, 11 April 2013 usai mengadakan rapat di Kantor Presiden.
Wacik secara terselubung menegaskan, pengurangan subsidi bahan bakar minyak sudah menjadi kesepakatan di lingkungan pemerintah. Pembahasannya sudah mengerucut. Akan ada pengurangan angka subdisi BBM, baik premium maupun solar untuk kalangan yang tidak layak menerima subsidi.
“Jadi, orang yang kaya dan mampu tidak berhak diberikan subsidi. Kalau npun masih ada subdisinya kecil. Kelompok yang tidak mampu masih diberikan subdisi,” kata Jero Wacik.
Jero mengatakan, saat ini, pemerintah mesti memberikan subsidi sebesar Rp 4.500 per liter untuk premium lantaran biaya produksi hingga ke SPBU mencapai Rp 9.000 per liter. Besaran subsidi itu dianggap terlalu besar.
“Nanti opsinya kira-kira yang mampu subdisinya akan sedikit saja. Yang tidak mampu tetap Rp 4.500 .” Jero menambahkan, pemerintah akan kembali membahas masalah BBM pada Sabtu hingga Minggu ini di Istana Cipanas, Jawa Barat. Rapat tersebut, tambah politisi Partai Demokrat itu, akan mematangkan untuk implementasi dan sosialisasi. Setelah itu, keputusan akan diumumkan.
“Kalau tidak rapi sosialisasinya, tidak rapi implementasinya, kebijakan yang baik efeknya akan kurang baik. Jadi, opsi-opsi yang ada tentu tidak ideal. Semua ada plus minusnya. Presiden menekankan, harus menjaga kelompok miskin karena semua mengandung inflasi. Itulah yang sedang dibahas,” kata Jero.
Pembahasan yang paling krusial jika memang harga BBM dinaikkan, adalah memastikan kompensasi bagi rakyat yang terkena imbas.
Tentang lamanya kebijakan kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi, Jero mengatakan, bukan karena aspek politik. Lamanya ini karena mempertimbangkan dampak keputusan bagi rakyat miskin
Jero mengatakan, perlu kajian mendalam sebelum mengambil keputusan. Pasalnya, apapun opsi yang diambil, akan berdampak pada inflasi. Jika inflasi meningkat, kata dia, maka akan meningkatkan angka kemiskinan dan semakin menyusahkan rakyat miskin.
“Kalau opsi itu dilakukan, berapa inflasinya? Kalau mikirnya satu sektor saja itu mudah. Pemerintah kan mikir semua. Kalau pengusaha semua sudah usulkan ke saya naikkan saja. Wah nanti dulu,” katanya.
Ia juga mengatakan, setelah kenaikan nanti jangan ada kecurigaan terhadap kompensasi untuk rakyat miskin. “Bahwa ini bukan untuk kepentingan politist. Kami tidak mau dan tidak akan gunakan (kompensasi) sebagai sarana politik. Ini untuk ekonomi nasional,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden SBY menyebut salah satu opsi mengatasi tingginya anggaran subsidi BBM, yakni dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika dinaikkan, pemerintah masih mempertimbangkan apakah kenaikan itu dipukul rata atau hanya untuk masyarakat yang tidak layak menerima subsidi.
Jika memang harga BBM dinaikkan, Presiden memastikan akan ada kompensasi bagi rakyat yang terkena imbas. Ia pun meminta kepada semua pihak yang selama ini mendorong harga BBM dinaikkan tidak berubah sikap nantinya.