Siapa yang bisa menolak kenyataan bahwa Muhammad Ali adalah seorang legenda.
Dihari kematiannnya dan sepekan kemudian menunggu hari pemakaman, Jumat, 10 juni 2016, ratusan juta penduduk dunia berkicau tentang dirinya.
Dan salah seorang di antaranya, dokter Abe Lieberman, menyatakan Muhammad Ali tak pernah menyesali pilihannya untuk bertinju meskipun hal itu membuatnya harus menghabiskan sisa hidupnya dengan parkinson.
Ali pernah menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa parkinson yang dideritanya itu akibat duelnya lawan Larry Holmes di tahun tiga pulun enam tahun lalu.
“Bila saya mengetahui bahwa Holmes bakal merusak otak saya, maka saya tak akan bertarung melawannya.”
“Namun kalah dari Holmes dan jatuh sakit tidaklah begitu penting dalam dunia ini,” ucap Ali saat itu.
Namun dokter Lieberman yang menangani Ali selama bertahun-tahun menegaskan bahwa dirinya tak pernah mendengar Ali benar-benar menyudutkan tinju sebagai sebab parkinson yang dideritanya.
“Muhammad Ali tak pernah memiliki penyesalan lantaran memilih bertinju. Dia sama sekali tak pernah berbicara seperti itu.”
“Ali adalah seorang muslim yang taat. Dia selalu percaya tugas seorang manusia adalah melakukan yang terbaik dan biarkan Tuhan yang menentukan jalannya,” kata Lieberman.
Lieberman sendiri tak bisa menilai kondisi otak pola pikir Ali dalam beberapa tahun terakhir.
“Dia kehilangan kemampuan untuk berbicara dan tak bisa menggerakkan tangannya, jadi sangat sulit untuk mengetahuinya,” tutur Lieberman.
Mantan lawannya di Kinshasa, Zaire, petinju kelas berat, George Foreman, juga ikut mengenang kepergian petinju Amerika Serikat tersebut.
“Muhammad Ali adalah sesuatu yang Anda tidak akan pernah lihat sebelumnya.”
“ Saya bertemu dengan orang yang paling menyenangkan, paling tampan yang pernah saya temui dalam hidup saya, dan dia adalah seorang petinju.”
“ Dirinya juga dimiliki oleh para pekerja seni, politikus, dan juga ilmu pengetahuan, sebuah fenomena yang tidak akan kami lihat lagi,” kata Foreman.
Ali meninggal dunia di usia tujuh puluh empat tahun pada Jumat, 03 juni 2016 di Phoenix, Arizona, setelah berjuang melawan komplikasi pernapasan sehari sebelumnya.
Setelah pensiun dari dunia tinju pada kondisinya terus menurun.
Sepanjang hidupnya, Ali mesti berjuang melawan penyakit parkinson yang ia derita sejak tiga puluh dua tahun.
Petinju yang memiliki julukan ‘Yang Terhebat/The Greatest’ ini memiliki catatan rekor mencengangkan.
Foreman sendiri merupakan petinju yang tidak kalah hebat dengan Ali di eranya.
Foreman juga merupakan petinju terakhir dari generasi emas tinju kelas berat yang melahirkan nama-nama legendaris seperti Ali, Joe Frazier, Floyd Patterson, Henry Cooper, atau Sonny Liston
“Saya selalu mengatakan kepada yang lainnya bahwa kami semua sebenarnya terhubung. Kami seperti satu orang yang sama. George Foreman, Muhammad Ali, dan Joe Frazier, semuanya adalah satu orang,” kata Foreman.
“Sebagian dari saya mati bersama Ali. Dan itu adalah bagian terpenting. Sangat sukar bagi saya untuk membayangkan dunia tanpa seorang Muhammad Ali.”
Ali merupakan orang yang pertama kali mengalahkan Foreman Kala itu Foreman kalah KO dari Ali di ronde kedelapan, membuatnya kehilangan gelar The Ring, WBC & WBA kelas berat.
“‘The rumble in the jungle’, saya menyebutnya the ‘mugging in the jungle’. Saya pergi ke sana dengan dua gelar kelas berat, tapi pulang tanpa gelar,” ucap Foreman.
Kendati begitu, usai pertarungan besar tersebut keduanya malah berteman dekat. Foreman mengaku sering bertemu dengan Ali dan berdiskusi tentang agama, mengingat Ali merupakan sosok yang juga religius.
“Kami berdebat begitu banyak hal dan berharap kami dapat bertemu kembali dan lalu berdebat lagi. Akan tetapi perdebatan tersebut selalu berakhir dengan pelukan erat, dia mencintai saya,” ujar Foreman.
Sementara itu, Bob Arum, promotor ternama yang berteman dengan Muhammad Ali sejak lima puluh tahun lalu, menyebutnya sebagai petinju legendaries
“Ia merupakan sosok manusia yang luar biasa.”
Arum bercerita bahwa sepanjang ia menghabiskan waktu dengannya, Ali tak pernah menunjukkan penyesalan apapun tentang yang telah ia lakukan dalam hidupnya, dan yang terjadi dalam hidupnya