close
Nuga Forum

Te-em-es Akal-akalan

Dalam pesan itu saya minta ia jangan dulu menuduh te-em-es itu sebagai akal-akalan. Te-em-es yang kepanjangannya: tak memenuhi syarat. Te-em-es rilis  komisi independen pemilihan.

Kalua sudah menyebut “kip” Anda sudah tahu di muara krueng mana negerinya. Provinsinya. Atau kabupaten kotanya.

Te-em-es yang tak memenuhi syarat itu ditujukan untuk bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur wakil gubernur. Statusnya, ketika gaduh te-em-es itu masih bakal. Belum calon. Penuh.

Masih dalam proses penetapan calon. Saya sebut bakal calon karena belum ada tanda akad. Tanda akad itu berupa nomor urut. Nomor urut yang sudah bisa “di jual” disertai s;ogan.

Saya sendiri sepertinya tahu, karena diberitahu, te-em-es itu diakali.  Tapi di pesan itu saya tetap sampaikan kepadanya jangan dulu dipercaya.

Te-em-es itu saya tahu ada dilembaran dokumen dua halaman. Ada kop lambang komisi, tanda tangan tujuh anggota komisi plus stempel uap mulut.

Saat itu belum terkonfirmasikan kebenarannya. Tapi sudah beredar di masyarakat lewat medsos. Heboh. Hebohnya dalam komentar. Ada sosiolog, ada pengacara banyak pula yang hang..hing..hong..

Dokumen dalam bentuk berita acara tersebut menyatakan salah satu pasangan bakal cagub-cawagub te-em-es

Asbabun nuzul te-em-es itu karena gak melengkapi salah satu jenis dokumen. Dokumen penandatanganan  pernyataan memorandum of understanding di depan lembaga legislatif propinsi.

Katanya ada aturannya. Lantas aturan itu digoreng dengan pasal dan junto. Khas cara gorengan orang hukum. Saya tahu permainan ini. Permainan usang. Era baheule : kasih uang habis perkara.

Saya sengaja menyampaikan pesan jangan ikut hambo itu kepadanya. Ia seorang jurnalis. Penulis yang baik. Masih muda. Saya ingatkan pula lakukan investigasi agar semuanya jelas.

Saya tahu tidak semua jurnalis menjalankan fungsi investigasi.  Tapi saya juga tahu sejak jadi  wartawan bahwa kerja profesi ini adalah seorang investigator.

Namun ada juga yang mengatakan gak setiap wartawan melakukan investigasi. Wartawan yang ikut pertemuan pers, menyodorkan handphone dan  menerima amplop, pasti bukan seorang investigator.

Seyogianya setiap wartawan itu investigator. Atau dipertajam lagi, ada yang mengatakan bahwa setiap wartawan harus bisa menjadi seorang investigator. Entah itu wartawan di kota atau reporter udik.

Bahkan wartawan yang bertugas meliput pakaian mode baru juga bisa menjadi investigator. Logikanya, kejahatan tak mengenal bidang-bidang liputan. Di mana-mana bisa terjadi kejahatan.

Saya mengingatkan si jurnalis te-em-es itu berada ditahapan premature. Sehingga  banyak yang ingin beronani. Ada yang merasakan enaknya dan yang lainnya baru dijalari gelinya. Geli yang gelitik.

Geli dan gelitik ini khas negeri “hanaguna.” Khas punggawa para apit awe.  Apitawe yang menggunakan dunia mainstream dan medsos dengan narasi puja-puji dan caci maki: tentang te-em-es

Te-em-es itu langsung diserbu suara negatif.  Diserang. Dibelejeti. Sampai ada yang berani menyerang komisi dari sisi-sisi cela pribadi personilnya.

Te-em-es itu untuk salah satu pasangan calon di kontestasi pemilihan kepala daerah di provinsi saya. Di provinsi yang selalu saya tulis lewat ledekan “naga bonar” jilid empat.

Terhadap pesan saya itu si jurnalis muda itu langsung membalik tanya cerdas ke saya. Baik mana akal-akalan tapi masuk akal dengan akal-akalan yang tidak masuk akal

Saya minta dia memilih secara fairness. Bukan fairless. Lantas ia memilih:  yang tanpa akal-akalan.

Saya memotong bicaranya. Gak memberi kesempatan ia memberi penjelasan. “Politik itu penuh akal-akalan,” kata saya.  Kadang kita dihadapkan pada pilihan akal-akalan.

Adakah akal-akalan yang masuk akal? Ada. Ada jalannya. Terserah siapa yang menilai

Selain itu saya menambah pesan, jangan menuduh te-em-es itu sebagai skenario lawan. Apalagi menulis opini dalam narasi sebagai perbuatan zalim

Saya ulangi lagi pesan awal lakukan investigasi agar semuanya jelas.

Kalau pun ingin menulis karena dikejar deadline dan takut ditinggal laju “kereta” lawan hindari kutipan straight: katanya…katanya dan katanya… Atau…menurutnya, menurutnya..Agar gak hoaks.

Straight yang saya maksud di sini biasa menjadi pikulan sebuah news. News tanpa lengkungan, sudut, atau lengkungan; tidak melengkung; langsung : jalan yang lurus.

Setahu saya sebagai jurnalis “old never die” kosakata: menurutnya … dan katanya… di ujung kalimat panjang disertai tanda dua petik tambah koma merupakan hoaks jadi-jadian.

Saya sering mengejek di depan klas junior, dulunya, tentang kutipan kalimat dengan penegasan: menurutnya.. atau katanya…

“Kata siapa? Menurut siapa? Hantu laut,” ejek saya yang dibalas dengan tawa masam mereka di klas junior. Itu dulu…

Dulu sekali. Ketika para wartawan masih membawa pulang amplop gaji berlipat-lipat. Dan kalau saya ejek pasti mereka menunduk

Sekarang saya maklum ketika kalimat kutipan berkosakata menurutnya.. dan katanya… makin rimbun saja di sebuah straight news. Straight news bergaji pokok lima w tambah satu h. Klop.  Bukan kloe

Kosakata ketika amplop di saku celana pejabat humas robek jadi rebutan. Hahaha…

Kalau semua pesan saya gak bisa jalan diamkan saja. Wait and see…..

Saya memang penganut mazhab “wait and see” untuk masalah politik. Gak mau masuk ke ranah ini. Ruwetnya ampuunnn… Apalagi kalau untuk diskusikan.

Gak percaya? Datang aja ke solong, taufik, smea premium maupun dhapukupi usai subuh menjelang dhuha. Hahahanya pasti cet langet politik donya.

 

Kala ia menyapa dan memberondong dengan pertanyaan  saya sedang bergoyang ikut “feat” irama lagu “pelangi di matamu”  Gak saya hiraukan

Saya sedang di barisan depan  “pestapora stage”  malam itu. “Pestapora” sebuah acara musik tahunan di gambir expo kemayoran.

Lagu “hit” milik  band rock “jamrud” yang merupakan karya dari gitarisnya: azis m.s sedang di nyanyikan dengan sangat apik oleh mantan presiden Esbeye.

Lagu ini merupakan andalan dari album keempat dari “jamrud”  bertajuk “ningrat” dengan tampilan khas warna ungu.

Muasal pertanyaan sang teman datang dari gempa berskala lokal yang magitudonya rendah tapi membuat orang berlarian, bertabrakan dan panik sembari bertanya-tanya episentrumnya.

Episentrum gempa itu datang lebih lambat  dari skenario siapa pun. Episentrum gempa ini datang dari gedung komisi independent pemilihan. Jalan teuku nyak arief.

Ini memang gempa politik lokal. Gempa yang hanya disertai pasang naik berita. Gak ada tsunaminya. Sebab panglung aturannya gak runtuh.

Putusan itu merupakan upaya menjungkirbalikkan skenario sutradara politik lawan.

Diputuskan: Pasangan Bustami Hamzah dan Syech Fadhil tak memenuhi syarat sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.

Saya tahu ada pengkondisian sebelum te-em-es itu rilis. Tahunya dari bisik-bisik tetangga. Tahu juga dari tetangga lainnya te-em-es itu sebagai shock terapy.

Shock dan teraphy itu  memiliki arti yang berbeda-beda. Yaitu kondisi serius  untuk membuat kejutan

Hitungannya bak permainan judi dadu. Kocok bolak balik. Lolos wis… dan gagal gak ada yang rugi. Dua-duanya untung…

Hitungan lainnya apakah pasangan calon yang di te-em-es masih memiliki kendali atas arus dukungan para loyalis aparatur sipil negara

Tentu, akan banyak asumsi dan premis yang bisa diambil usai kejut te-em-es itu. Salah satunya yang menarik bagi saya adalah, pasangan calon yang di te-em-es sangat  agresif.

Ledakan bom udah dikirim ke pekarangan rumahnya, bakal calon wakil gubernurnya udah di tarik ke aras ..inalillahi… dan terakhir te-em-es sudah di plenokan tapi loyalisnya terus bergerak.

Bisa jadi, inilah fakta militansi dan loyalitas pendukung terhadapmya. Pendukung instans. Yang  yang bukan tidak mungkin dalam setiap pengerakannya berharap imbalan alias upah.

Ibarat kata, tak ada makan siang gratis dalam politik!

Bustami sendiri bukanlah politisi atau kader partai. Dia birokrat murni. Saya kira tak lebih hanya sebagai “pemain” naturalisasi.

Lantas apakah te-em-es itu jadi penetapan final?

Ternyata wait and see saya ada benarnya. Te-em-es yang gaduh itu hanya jadi-jadian. Jadi-jadian versi jelangkung.

Komisi sendiri akhir memutuskan hasil penelitian persyaratan administrasi calon pasangan Bustami Hamzah dan M Fadhil Rahmi memenuhi persyarata.

Menetapkan mereka sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Keputusan ini memastikan pasangan itu bisa maju berkontestasi.

Saya gak perlu harus menuliskan lagi bagaimana proses penetapan ini berlangsung karena paham tunggu dan lihat. Tunggu dan lihat hingga last minute.

Menunggu kejutan apalagi berikutnya sampai minggu depan, bulan depan dan sepertinya kegemparan apalagi.

Yang kasihan tetap rakyat kecil, diadu domba, terombang ambing, kalau setiap paska pesta rakyat lima tahunan ini, selalu menimbulkan dendam , amarah dan perpecahan yang karena suluh sedikit pun amarah tersulut, kapan mau majunya wahai negari ku tercinta????

Kalau masih percaya: buah jatuh tak jauh dari pohonnya, itu cuma buah yang busuk saja. Buah yang matang pohon, hampir pasti jatuh agak jauh dari pohonnya, karena akan digondol kelelawar buah.

Nah kalau jatuhnya di tanah subur maka biji buah tumbuh jadi pohon berkualitas baik, mungkin lebih ok. Tapi kalau jatuh di comberan, mati tunas sebelum tumbuh. Terlalu becek.

Tags : slide