KARIR Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat tamat. Bahkan kecemerlangannya sebagai politisi lewat gembelengan HMI juga berakhir di ranah hokum setelah Komisi Pemberantasan Korupsi lewat jurubicaranya, Johan Budi SP, Jumat malam, memberitahu tentang kesepakatan pimpinan lembaga “super body” itu menaikkan status mantan anggota KPU itu dari saksi menjadi tersangka.
Menurut Johan, Anas disangkakan telah menerima hadiah sebagai pejabat negara, kala itu ia masih anggota DPR. Untuk kejahatannya ini, KPK sudah menandatangani surat perintah penyidikan. Surat perintah yang menjadikan status Anas sebagai tersangka itu ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Wijayanto.
“Tak ada pertentangan pendapat dikalangan pimpinan. Semuanya sepakat menetapkan status Anas sebagai tersangka,” kata Johan yang dicecar pertanyaan wartawan usai membacakan pengumuman Anas.
Dengan status tersangka ini, Anas yang sebelumnya menguasai salah satu faksi kuat di Partai Demokrat, akan ditendang dari Ketua Umum sesuai dengan pakta integritas yang tandatangani. Partai Demokrat akan bergerak cepat menyingkirkan Anas dari tampuk kepemimpinan. “Ia sudah tamat,” kata seorang lawan politik di internal partai begitu statusnya di sahkan sebagai tersangka oleh KPK.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sekakigus Ketua DPR Marzuki Alie dalam nada yang sama juga mengatakan nasib Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan dibahas dalam waktu dekat. Bahkan, kemungkinan Minggu ini dirapatkan.
Marzuki belum mau berspekulasi soal nasib Anas di Partai Demokrat, apakah masih menjadi Ketua Umum atau tidak. Ia mengaku enggan berkomentar soal penetapan Anas sebagai tersangka.”Yah sebenarnya tak ada yang perlu ditanggapi. Tunggu hasil rapat saja ya,” ujar Marzukie dengan nada kecapekan.
Anas menjadi tersangka dalam kasus gratifikasi pembangunan proyek Hambalang. Anas diduga menerima Toyota Harrier dari PT Adhi Karya sebagai pemenang proyek Hambalang. Harrier dibeli dari PT Duta Motor dengan cek senilai Rp 520 juta dari PT Pacific Putra Metropolitan.
Namun Anas melalui pengacaranya sudah membantah masalah Harrier ini. Menurut pengacara Anas, Firman Wijaya, Harrier tersebut diperoleh melalui transaksi jual beli biasa.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua mengatakan, jika Anas mundur, maka tugas partai kini diemban sepenuhnya ke Majelis Tinggi partai. “Karena akan ada kekosongan, sesuai dengan anggaran dasar dan rumah tangga kami, diambil alih oleh Majelis Tinggi,” ujar Max saat dihubungi.
Max menyatakan, Majelis Tinggi akan melakukan rapat untuk menyikapi kasus ini. Ada sembilan orang yang seharusnya bergabung ke Majelis Tinggi. Namun, setelah Anas menjadi tersangka, maka akan tersisa delapan orang yang akan melakukan rapat itu. Kedelapan orang dalam Majelis Tinggi itu adalah Susilo Bambang Yudhoyono (Ketua), Edhie Baskoro Yudhoyono, Toto Riyanto, Max Sopacua, Marzuki Alie, Jero Wacik, Jhonny Allen, dan TB Silalahi.
Max mengaku belum mengetahui pasti kapan Majelis Tinggi akan menggelar rapat. Max juga tidak mengetahui apakah mekanisme di internal partai memungkinkan adanya pelaksana tugas (Plt) sampai akhirnya dilakukan kongres luar biasa (KLB) untuk mencari ketua umum baru. “Kita lihat saja. Tidak mungkin enggak ada yang urus partai ini,” ujar Max.