close
Nuganomics

Panggung SMI…

Di panggung itu, smi-untuk selanjutnya saya memakai initial ini untuk nama sri mulyani indrawati- menjadi pemikir yang murung.

Yang berbicara tentang ilmu ekonomi yang layu, yang berhubungan dengan struktur perdagangan global. Yang saya simpulkan secara umum: nadanya seperti putus asa.

Simpul lain: bunyi narasi yang didengungkannya seperti meninggalkan jejak pertanyaan untuk saya

Apakah dia harus menyerah?

Dengan segala hormat, ketika dia mengatakan ilmu ekonomi “tak berguna hari-hari ini,” saya mendengar nada kejujuran seorang praktisi yang lelah dengan teori yang kaku.

Tapi saya yakin, ilmu ekonomi sesungguhnya tak pernah benar-benar mati; ia hanya menunggu kita membukanya dengan cara baru.

Lantas kenapa dia tidak bermain dengan permainan lain membalas kejutan. Kenapa dia tidak bermain dengan games lain yang bisa jadi kompas kita untuk berinteraksi dengannya.

Maaf saya bukan seorang ekonom. Tapi di sebuah masa saya pernah berkenalan dengan ekonom negeri ini. Sekelas emil salim. Atau pun anak-anak rembulannya wijoyo nitisastra.

Anak asuh yang waktu itu dijuluki sebagai dalangnya mafia berkley. Memang secara literasi saya termasuk payah. Tapi bukan berati tak memahami praktek ekonomi rente di tataran tanah datarnya.

Seperti perdagangan sebagai salah satu instrumennya  yang membuat seorang smi murung itu adalah: tarif. Tarif yang telah merasuk dan menyulap tatanan yang dibangun dengan susah payah dulunya

Smi seperti kaum pemikir lainnya yang muram itu dulunya berada dalam jarak yang dekat  dari takhta kuasa. Apakah ia bernama world bank atau pun internasional monetary fund.

Sepertinya nada smi tak sanggup melawan. Kini perlawanan terhadap kebijakan tarif hanya akan seperti tusukan pisau yang majal. Tak ada efek.

Tidak ada lagi kepentingan bersama yang menyatukan. Yang ada hanya protes dan negosiasi  yang terpecah-pecah. Seperti tembakan mercon yang saling tak berkaitan.

Maka satu-satunya cara melawan mungkin dengan mencerca, atau me­nertawakan. Selebihnya ilusi.

Kemurungan seorang smi  dimulai dari sebuah panggung—tempat seorang trump berdiri tegak—dengan gaya bahasanya yang seperti biasanya: antusiastik dan penuh percaya diri.

Dia sepertinya  memegang palu besar bertuliskan “tarif resiprokal,” yang siap menerjang negara manapun yang tak sejalan dengan visinya.

Dua pekan kemarin, di sarasehan ekonomi smi menatap panggung trump itu dengan sorot mata penuh refleksi.

Lalu ia menyatakan, “It`s purely transactional, enggak ada landasan ilmu ekonominya. Ini seolah dia menjelaskan bahwa ilmu ekonomi yang dipelajari bertahun-tahun, jadi barang usang

Barang yang gak mampu menjelaskan logika seorang trump yang liar. Tarif yang saya baca di banyak media tiga puluh dua persen untuk baja, otomotif, tekstil, dan alas kaki untuk negeri ini

Bersamaan dengan itu pragmatisme dan realisme yang kini langsung bertualang menggerakkan dunia. Apa benar demikian? Mari kita lihat bersama-sama.

Seorang akademisi tua yang saya berbincang di lapau starbuck sore kemarin menyebut banyak istilah njelimet.

Ia membolak balik perca-perca origami di buku-buku teks _reference_ ilmu ekonomi, oleh angka-angka, serta oleh equations, proposition, lemma, optimum solutions.

Ia berbicara dengan hati yang masygul.

Saya tak tahu. Hanya bisa menerka mengapa.  Karena barangkali _to some extent. Ada kegetiran dalam kata-katanya.

Mungkin juga smi getir seperti yang telah kita lihat bersama—Beliau dengan pengalaman di kursi keuangan negara yang sangat panjang, tak terbantahkan lagi.

Namun begitu, kata sang teman, kalau kembali membaca textbook ilmu ekonomi khususnya teori perdagangan internasional, sebenarnya ini adalah purely ilmu ekonomi

Ia mengajak teman bicara yang lain untuk  mrlakukan refleksi sejenak, dan bedah permainan ini dengan pisau analisis yang lebih tajam dan kritis

Pisau analisisi itu bisa saja, seperti yang saya kutip dari ngomongnya, teori perdagangan global dan permainan. Dua senjata yang menurutnya bisa berkebalikan dengan yang telah didengar kemarin.

Sebagai ekonom teman bicara itu tidak menjelaskan lanjutannya. Ia hanya mengatakan cari saja di buku teks. Saya gak tertarik mencarinya. Muak dengan teori.

Sebagai jurnalis saya hanya bisa melihat dari kasat mata. Beberapa hari yang lalu terpapar, bahwa trump bukan sekadar presiden; ia adalah pengatur papan catur dagang yang tak suka berkompromi.

Ia memukul banyak negara, termasuk termasuk negara katalana ini yang menggenggam defisit dagang sebagai tameng, lalu melangkah maju tanpa menoleh.

Yang dapat saya tangkap amerika di bawah trump bermain sebagai stackelberg leader, pemimpin yang menentukan langkah pertama dan memaksa semua orang di pengikut yang terdesak.

Tangkapan saya ini pun berasal dari pantulan kutipan yang dinarasikan oleh seorang reporter media timur tengah al jazera.

Menurutnya secara logikanya sederhana sekaligus brutal: “amerika tetap nomor satu, jadi  pemenang  mutlak, tak peduli siapa yang jatuh.

Masih banyak bumbu strateginya. Salah satunya dengan berjalan di tepi jurang sambil mengacungkan obor menyala. Ancaman tarif yang melonjak tiba-tiba, cuitannya yang bikin was-was

Anda mungkin menduga ini adalah bagian dari permainan. Ia ingin dunia melihatnya sebagai “madman.

Seperti dulu dilakukan nixon—seseorang yang cukup nekat untuk membakar semuanya, termasuk ekonominya sendiri, demi memaksa lawan berlutut.

Dalam tulisan di us today yang bisa dikutip, trump  bisa saja melaju kencang dengan truk raksasa, berharap siapa pun yang mengendarai mobil kecil menepi ketakutan.

Pertanyaannya: apakah kita benar-benar harus menyerah?

Saya kembali ke  pernyataan smi dengan rasa hormat. Ia benarr: trump membawa dunia ke ranah pragmatisme yang bikin teori perdagangan klasik seolah tak berguna.

Namun begitu si teman ngobrol saya yang juga seorang ekonom alumni berckley mengatakan ilmu ekonomi bukan korban yang telah layu dan dibuang di sudut ruangan.

Ia tergantung kita; ia bisa menjadi pedang yang menanti tangan kita untuk mengayunkannya.

Apapaun gaya yang ditampilkan trum dengan dandy dengan permainan kitab isa melawannya secara casual. “Itu teori klasik,” katanya menghela napas.yang tetap jadi landasan kuat

Sebagai seorang jurnalis tua saya hanya bisa berpesan ke smi agar gak terlalu kelelahan bekerja merespon semuanya.

Saya tetap me-apresiasi setiap langkahnya  supaya tidak terlupa tentang ilmu ekonomi yang membawanya terbang ke pucuk dunia

Tags : slide